PADANG PANJANG – Beberapa penerima Jaminan Kesehatan Masyarakat Kota Padang Panjang (JKMPP) atau Penerima Bantuan Iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (PBI BPJS) Kesehatan mengeluhkan adanya Peraturan Daerah (Perda) No 3 Tahun 2017 dan turunannya Peraturan Walikota (Perwako) No 33 Tahun 2017 yang dinilai membatasi hak masyarakat untuk dapat mengakses fasilitas kesehatan (faskes) tingkat pertama dan tingkat lanjutan/rujukan milik Pemko Padang Panjang saja.
“Sangat tidak maksimal manfaat yang kami peroleh dari JKMPP, karena orang tua kami yang membutuhkan perawatan medis hanya diizinkan berobat di RSUD ini saja, tidak bisa ke rumah sakit lain”, keluh seorang keluarga pasien penerima JKMPP yang enggan disebutkan identitasnya saat berbincang dengan beberapa wartawan di lingkungan RSUD Padang Panjang, Senin (01/05).
Seperti yang tertuang dalam Pasal 5 huruf (d) Perda No 3 Tahun 2017 yang berbunyi : bersedia berobat pada pelayanan kesehatan tingkat pertama dan/atau ruang rawat kelas III pada pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan milik pemerintah.
Serta Pasal 18 huruf (a) : Tempat pelayanan kesehatan dasar di Daerah, dilaksanakan pada UPTD Puskesmas di wilayah tempat tinggal peserta JKMPP; dan huruf (b) : Tempat pelayanan tingkat lanjutan dilaksanakan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Milik Pemerintah, rawat inap Kelas III.
Dan turunannya Pasal 3 huruf (c) Perwako No 33 Tahun 2017 yang berbunyi : bersedia mendapat pelayanan di UPTD Puskesmas diwilayah tempat tinggal dan pelayanan kesehatan tingkat lanjut pada RS pemerintah rawat inap kelas III.
Sepertinya perencanaan, penyusunan, pembahasan, evaluasi dan penetapan Perda itu prematur dan kurang matang, karena berdasarkan penelurusan indonesisatu.co.id Perda yang mulai diundangkan di Padang Panjang pada tanggal 18 Oktober 2017 itu jelas bertentangan dengan Undang – Undang (UU) No 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Dimana pada Pasal 6 Ayat (3) berbunyi : Setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung jawab menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya.
“Perda ini berpotensi untuk di batalkan melalui uji materi ke MA (Mahkamah Agung), karena sesuai ketentuan Pasal 145 ayat (2) UU Nomor 32/2004 yang menegaskan bahwa peraturan daerah yang bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau PUU yang lebih tinggi dapat dibatalkan oleh Pemerintah”, ujar Pengamat Kebijakan Publik Angga Suhendi kepada indonesiasatu.co.id melalui sambungan telpon, Senin (01/05).
Ia menambahkan, selain membatasi hak masyarakat untuk menentukan sendiri fasilitas kesehatan yang dibutuhkan serta mengangkangi peraturan perundang-undangan yang ada diatasnya, Perda dan turunannya yang merupakan produk hukum Pemko Padang Panjang itu juga telah melakukan kartel dan monopoli terhadap persaingan usaha tidak sehat.
“Bukan hanya mengangkangi UU Kesehatan, tapi juga UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, karena dengan mengharuskan seluruh masyarakat penerima manfaat JKMPP untuk berobat ke RSUD, sama saja dengan mematikan rumah sakit swasta lainnya”, tuturnya.
Sekretaris Daerah Kota (Sekdako) Padang Panjang Sonny Budaya Putra menanggapi hal itu mengtakan ditetapkannya Perwako No. 33/2017 sebagai pelaksana Perda No. 3/2017 yang membatasi masyarakat peserta JKMPP hanya dapat mengakses faskes milik Pemko Padang Panjang, salah satu tujuannya adalah untuk meningkatkan klaim RSUD ke BPJS.
“Salah satu tujuannya supaya klaim yang dibayarkan oleh BPJS itu bisa dikembalikan manfaatnya untuk membayarkan iuran BPJS JKMPP masyarakat Padang Panjang”, katanya.
Ketika disinggung bahwa Perda dan turunannya itu bertentangan dengan peraturan perundang –undangan yang ada diatasnya, Sekdako Sonny tidak dengan tegas menampik bahwa pembahasan, evaluasi dan penetapan Perda ini prematur dan kurang matang, karena tidak memikirkan sejumlah keadaan tertentu, salah satunya misalnya jika ada penerima JKMPP yang sedang berkunjung keluar daerah, lalu sakit, tentunya penerima JKMPP tidak bisa memanfaatkan jaminan kesehatan yang ia miliki.
“Nanti kita akan membahas dan meninjau ulangnya kembali dengan DPRD”, tukasnya.
Senada dengan Sekdako, Ketua DPRD Kota Padang Panjang Mardiansyah mengatakan akan meninjau ulang serta mempersilahkan masyarakat yang merasa dirugikan untuk mengajukan uji materi ke MA.
“Kalau masalah merugikan masyarakat tentu harus di TL (Tinjau Ulang), cuma kalau ada yang mengacam mengajukan (uji materi) ke MA silahkan saja. Saya akan pelajari dulu, itu Perda tahun 2017 sementara saya dilantik tahun 2019”, tulisnya melalui pesan singkat, Senin (01/05).
Baca juga:
Gugatan Mahasiswa UKI Ditolak oleh MK
|
Sementara itu, Randy G Kepala Bagian Pelayanan BPJS Kesehatan Cabang Bukittinggi saat dikonfirmasi menegaskan tidak ada satupun aturan baik itu Undang – Undang (UU), Peraturan Presiden (Perpres), Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes), dan peraturan BPJS Kesehatan sendiri yang membatasi peserta BPJS baik Mandiri maupun PBI hanya boleh mengakses rumah sakit atau fasilitas kesehatan tertentu saja, semua peserta boleh mengakses rumah sakit manapun yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, untuk itu pihaknya akan melakukan kroscek dan berkoordinasi dengan Kepala Cabang Pembantu BPJS Kesahatan Padang Panjang.(JH)